Jakarta - bidikfakta.com, Partai-partai di DPR tak bertaji dan kehilangan ruh membela rakyat. Periode ini menjadi terburuk dalam sejarah.
Desakan mencetak uang Rp 600 triliun akan berakibat fatal. Ini program tanpa kajian komprehensif. Mereka seakan lupa saat percetakan uang pada 1998 lalu dan dampaknya inflasi cukup tinggi yakni 70%, Dolar AS tembus Rp 17.000.
Biaya krisis kala itu yang ditanggung oleh pemerintah mencapai 70% dari produk domestik bruto.
Kendati usulan DPR ditolak Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Direktur Bank Indonesia. Namun DPR tak bergeming. Saat ini DPR tak memikirkan sebuah risiko cause and effect (sebab akibat) jika percetakan uang ini dilakukan.
Saya tak mengerti akan pola pikir pimpinan DPR di periode ini. Memang kekuatan pemerintah lewat parlement power (kekuatan parlemen) mereka unggul jauh, tapi jangan remehkan people power (kekuatan rakyat) lebih besar 270 juta berbanding 575 kursi. Apalagi oposisi hanya PKS saja akan sulit membendung langkah ini. Buktinya revisi UU Minerba No. 4 Tahun 2009, dan Perppu No. 1 Tahun 2020 untul tangani pandemi Covid-19 diterima dan disahkan DPR atau resmi jadi UU.
Pada intinya hukum di negeri ini telah diamputasi. Jika terjadi korupsi dana Covid-19 maka tak ada hukuman perdata dan pidana.
Ada kebijakan rasional dan irasional.
Menurut saya cetak uang bisa saja dilakukan BI tapi economic impact (dampak ekonomi) serta economic condition (kondisi ekonomi) bisa berbahaya. Jelas ini akan menambah likuiditas perbankan serta membantu pembiayaan defisit fiskal bukan hal yang tepat.
Lebih baik moneter policy (kebijakan moneter) yang kerap dilakukan misalkan menurunkan giro wajib minimum (GWM), selain itu langkah brilian jika membeli Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder.
Untuk itu Otoritas Jasa Keuangan (OJK) perlu dilibatkan. Perlu juga memahami UU No 7 Tahun 2011. Pertanyaan saya kenapa DPR ngotot mendorong BI cetak uang sebanyak itu? Apakah DPR punya solusi atau bicara tanpa kajian yang komprehensif.
Menurut ahli ekonomi Indonesia Rizal Ramli, "Jangan sampai Indonesia mengulangi kesalahan seperti itu. Di Amerika Latin dan Zimbabwe, banyak sekali negara yang bisa cetak uang, namun akibatnya ekonomi mereka hancur."
Memang urusan mencetak uang merupakan domain Bank Indonesa (BI) sesuai Undang-Undang No. 7 Tahun 2011, pencetakan rupiah dilakukan oleh Bank Indonesia, dengan menunjuk badan usaha milik negara, yaitu Perum Peruri, sebagai pelaksana pencetakan rupiah. Pencetakan uang rupiah tahun Emisi 2016 dilakukan seluruhnya oleh Perum Peruri. Dalam proses pencetakan ini melibatkan Perum Peruri. Sesuai aturan pencetakan uang ini diserahkan kembali ke Bank Indonesia, bahan uang yang diproses ini, dilaksanakan pula verifikasi/ penghitungan ulang oleh Bank Indonesia.
Peruri pun mencetak sesuai perhitungan BI jadi tak main cetak kertas. Saya pikir ini akan ada pemain yang memainkan perannya bak sinetron. Ada sang sutradara. Ini bagi saya rawan sekali penggelapan hingga korupsi.
Saran saya, wahai DPR tinggalkan niatmu para orang-orang yang dipilih rakyat. Jangan anda berselingkuh dengan birokrat/ eksekutif atau korporasi hanya untuk memuaskan keinginan anda.
Perjuangkanlah nasib rakyat bukan malah sebaliknya bikin kebijakan tak pro rakyat.
Penulis adalah Direktur Eksekutif Political and Public Policy Studies
0 Komentar