Jakarta - bidikfakta.com, Pengangkatan Mantan Panglima TNI Marsekal TNI Hadi Tjahjanto menjadi Menteri ATR/BPN menjadi keputusan "langkah catur" Jokowi bagi para pembantunya. Sofyan Djalil dianggap tidak mampu mengatasi oknum mafia tanah yang sudah mengakar di institusi BPN. Penggantinya mantan petinggi TNI yang terkenal tegas tanpa ampun untuk urusan pelanggaran hak rakyat.
Tidak jauh dari DKI Jakarta, hanya berjarak 20 km, di desa Jatikarya kec. Jakasampurna kota Bekasi. Sebuah bidang tanah seluas 48 hektar selama 29 tahun berkutat persengketaan hak kepemilikan. Tanah yang sebagian besar sudah menjadi komplek perumahan PATI (Perwira Tinggi) TNI sedang dipertahankan hak kepemilikannya oleh warga ahli warisnya yang sah.
Institusi TNI di era Orde Baru menyerobot tanah warga untuk dijadikan perumahan. Baru di era pasca reformasi, warga menggugat ke pengadilan dan berakhir di MA. Tahun 2008 MA mengeluarkan PK I No 218/Pdt/2008 yang menyatakan warga ahli waris Jatikarya pemilik sah tanah berdasarkan bukti otentik yang ada.
Perjuangan warga belum berakhir, Hingga 11 tahun kemudian MA dengan PK II No 815/Pdt/2018 yang menyatakan putusan PK yang berlaku dan memerintahkan tergugat dan siapa saja yang mendapatkan hak daripadanya untuk membayar ganti rugi kepada warga Jatikarya.
Dalam kurun waktu PK I dan PK II, pada tahun 2016 Kementrian PUPR melaksanakan Proyek Strategis Nasional pembangunan jalan tol Cimanggis-Cibitung. Atas nama negara lahan yang sedang bersengketa tersebut diambil 4,2 hektar oleh PUPR sebagai bentuk tanggung jawab pembangunan telah mengeluarkan uang ganti rugi yang dikonsinyasikan di PN Bekasi. Uang sebesar 218 Milyar itu akan diserahkan kepada pihak yang memenangkan putusan sengketa tersebut.
Terbitnya PK II tahun 2018 kemudian berstatus inkrah (berkekuatan hukum tetap) pada 19 Desember 2019. Namun yang terjadi hingga hari ini, ganti rugi lahan 44 hektar dari pihak TNI tidak dilaksanakan sekaligus uang konsinyasi lahan tol belum dicairkan. Siapa yang bertanggungjawab atas kemelut yang bertahun-tahun tidak selesai ini? Pada akhirnya pihak BPN menjadi muara dari semua persoalannya :
1. BPN keliru menganggap tanah tersebut berstatus Barang Milik Negara (BMN), karena putusan PK MA sudah membuktikan status BMN yang di klaim BPN dan TNI adalah melawan hukum, karena sejak tahun 2000 sudah diletakkan sita jaminan, dimana Undang-undang BMN baru diratifikasi tahun 2004, waktu 3 tahun tidak melakukan sama halnya mengabaikan, entah dengan alasan apapun.
2. Uang Konsinyasi proyek Tol di PN Bekasi hanya dapat dicairkan setelah BPN mengeluarkan Surat Pengantar sebagai bukti administratif pengakuan hak tanah milik warga. BPN menolak memberikan surat pengantar dengan alasan masih berstatus BMN. Faktanya, uang konsinyasi dari PUPR tahun 2016 merujuk PK I MA menjadi dasar hukum sehingga di konsinyasi, kalau berstatus BMN tidak akan dianggarkan dan hanya alih status penggunaan dari Kemenhan ke BMN PUPR terhadap tanah tol.
Foto di atas menjadi bukti TNI masa kepemimpinan Marsekal Hadi Tjahjanto masih carut marut urusan asset lahan TNI. Monumen peresmian perumahan yang ditandatangani oleh Panglima TNI berlokasi di tengah komplek Jatikarya yang sedang bermasalah ganti ruginya. Ditandatangan tanggal 30 Desember 2020, padahal faktanya pada tanggal 19 Desember 2019 putusan PK II MA sudah inkrah.
Berhembus kabar di lingkungan Dirjen BPN semasa Menteri Sofyan Djalil mendapat tekanan kuat dari Institusi TNI yang masih keberatan lahan mereka diserahkan kepada warga. Kini Hadi Tjahjanto sebagai Menteri BPN didaulat menyelesaikan tumpang tindih sengketa yang melibatkan mafia tanah, melawan bekas institusi yang pernah dipimpinnya sendiri. Menteri BPN mantan orang nomer satu di TNI, masihkah para birokrat di BPN takut dan khawatir pada tekanan itu?
Publik harus tahu dan dikabarkan. Agar semua transparan sejalan dengan missi Jokowi menata ulang kinerja para pembantunya.
Sumber : HM Gunun (Warga Ahli Waris Jatikarya)
0 Komentar