Sengketa Lahan Warga Kubar Melawan PT BEK Hampir Selesai, Aparat Setempat Jangan Berbelit-belit

Balikpapan - bidikfakta.com, Forum Keadilan - Sengketa lahan warga Dayak di Kutai Barat Kalimantan Timur melawan PT Bharinto Ekatama (PT BEK) mendekati titik temu, pasca dikeluarkannya Surat dari Kementerian Dalam Negeri kepada Gubernur Kalimantan Timur yang isinya agar Gubernur sebagai Kepala Daerah segera mengambil langkah penyelesaian yang lebih cepat dan solutif.

Hal ini disampaikan penasihat hukum masyarakat adat Dayak, Rustani SH MH kepada Forum Keadilan lewat sambungan telepon, Senin (12/06/2023).

Rustani menegaskan dengan adanya Surat dari Kementerian Dalam Negeri seharusnya aparat Daerah seperti Kepoliain tidak berbelit-belit lagi menangani kasus ini.

Menurut Rustani dengan keluarnya surat perintah kepada Gubernur untuk segera menyelesaikan ganti rugi warga, artinya pemerintah pusat melihat kasus ini dengan tepat dan cermat. 

"Pemerintah Pusat jelas ingin menegakkan hukum dan keadilan. Oleh karena itu, sudah selayaknya pemerintah daerah tinggal mengikuti arahan yang disampaikan oleh pemerintah pusat," katanya.

Kemendagri kata Rustani," jelas sudah mempelajari laporan warga secara detail sehingga keluar surat perintah tersebut. "Jadi, surat itu sudah melalui kajian hukum secara mendalam yang tak perlu diragukan lagi akurasinya," papar Rustani.

Menurut Rustani, Kementerian Dalam Negeri sudah mendapat laporan dari dirinya sejak November 2022, artinya mereka sudah paham sekali persoalan yang terjadi di Kubar tersebut, berdasarkan data-data yang ada.

Oleh karena itu, tidak ada alasan bagi pemerintah Proviansi Kalimantan Timur dan Kabupaten Kutai Barat serta pihak Polres dan Polsek untuk  menunda-nunda surat perintah tersebut. 

Sejauh ini, kata Rustani pihak kepolisian terkesan mengulur-ulur waktu agar masalah ini tidak selesai. Bahkan, ada warga yang malah diintimidasi, padahal warga tersebut ingin memperoleh haknya. 

Warga Dayak sendiri kata Rustani," nyaris hilang kesabarannya karena ulah aparat daerah yang tidak segera merespons laporan warga. Kalau warga tidak diberi pengertian kata Rustani, warga sudah melakukan tindakan anarki," Tegasnya.

Sementara itu merespons surat dari Kemendagri dan laporan warga, pada 30 Mei 2023, telah dilakukan kunjungan lapangan dan ukur ulang atas lahan warga yang diserobot PT BEK. Hasil pengukuran ulang justru terdapat fakta yang mengejutkan, dimana lokasi yang dikuasai PT BEK justru lebih luas.

"Dari hasil pengukuran ulang, di sini tertulis 846 Ha, padahal dalam catatan warga hanya 540 Ha. Ada apa ini," tanya Rustani.

Hadir dalam acara pembuktian dan ukur ulang lahan antara lain Penyidik Polres Kubar 2 orang,  dari Dinas Kehutanan Provinsi 1 orang, dari PT BEK 2 orang, dan puluhan warga Kecamatan Damai  yang didampingi penasihat hukumnya Rustani.

Kasus ini menurut keterangan warga dan Ketua Adat Dayak sekaligus penasihat hukum warga, Rustani bermula ketika perusahaan batubara di bawah naungan PT Bharinto Ekatama memperluas lahan tambangnya di Desa Besiq, Kecamatan Damai, Kabupaten Kutai Barat, Kalimantan Timur seluas 540 HA. Warga Desa sepakat dengan harga 60 juta per ha. Pihak perusahaan kemudian memberikan tanda jadi sebesar Rp 100 juta yang diterima oleh perwakilan warga bernama Saun. Dalam perkembangannya, perusahaan mengusir warga setempat dengan buldozer, sementara pembayaran belum selesai. Ada seribu warga yang diintimidasi, hingga akhirnya perusahaan tersebut bisa beroperasi di wilayah itu. Beberapa warga ada yang frustasi, beberapa yang lain terus berjuang hingga kini. 

Warga korban penambangan Batubara juga melayangkan ke Kemendagri untuk membantu mencari solusi. Pihak Kemendagri kemudian menyurati Gubernur Provinsi Kalimantan Timur untuk segera menyelesaikan masalah tersebut. Surat bernomor 500.17.4/2526/BAK tersebut bersifat penting dan berisi penyelesaian ganti rugi tanah warga di Desa Besiq,Kecamatan Damai, Kapupaten Kutai Barat, Kalimantan Timur dengan PT Bharinto Ekatama. 

Warga menyambut baik surat dari Kemendagri dan berharap pemerintah daerah secapat mungkin membayar ganti rugi tersebut. "Kami berharap pemerintah segera menuntaskan kasus ini karena sudah berlangsung selama 10 tahun," kata Rustani mewakili warga. (sof)

Posting Komentar

0 Komentar