Gunungsitoli - bidikfakta.com, Polres Nias kembali menjadi sorotan setelah menerima laporan dari Ferlina Zebua yang teregister dengan nomor: LP/B/87/II/2025/SPKT/Polres Nias/Polda Sumatera Utara, tertanggal 7 Februari 2025.
Laporan tersebut kini mendapat sanggahan dari Herman Julius Harefa, selaku terlapor, yang merasa laporan tersebut janggal dan tidak berdasar. Menurutnya, ia tidak pernah mencemarkan nama baik Ferlina Zebua.
"Memang saya pernah membuat status di kolom cerita Facebook milik saya, tetapi saya tidak pernah mengalamatkan status tersebut kepada Ferlina Zebua," ujar Herman Julius Harefa.
Berikut isi status yang diunggah oleh Herman Julius Harefa di kolom cerita Facebook miliknya:
"Selamat menyambut hari Natal di dalam penjara, Adesenang Harefa alias Ama Popy Harefa. Semoga ke depannya kamu bisa bertobat."
Kepada wartawan, Herman menegaskan keberatannya atas laporan yang ditujukan kepadanya.
"Saya keberatan, Bang. Saya juga menyesalkan pihak Polres Nias yang terkesan tidak selektif dalam menerima laporan masyarakat. Bahkan, saya merasa dirugikan, salah satunya karena harus meluangkan waktu saat diundang oleh pihak Polres Nias untuk memberikan klarifikasi atas laporan tersebut," tutur Herman Julius Harefa.
Diketahui, Ferlina Zebua, selaku pelapor, adalah istri dari Adasenang Harefa alias Ama Popy, yang saat itu sedang ditahan di Mapolres Nias dalam kasus tindak pidana.
Herman Julius Harefa menjelaskan bahwa dalam unggahannya di kolom cerita Facebook, ia menyebut nama lain yaitu "Adesenang Harefa" tanpa ada maksud merujuk pada suami dari Ferlina Zebua.
Di tempat yang sama, kuasa hukum Herman Julius Harefa, Advokat Sudaali Waruwu, S.H., M.H., menyampaikan penyesalannya terhadap Polres Nias yang dianggap tidak cermat dalam menerima laporan dari Ferlina Zebua.
Ia menjelaskan bahwa dasar hukum dalam penanganan kasus pencemaran nama baik telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Dalam ketentuan tersebut, pencemaran nama baik merupakan delik aduan absolut, yang berarti laporan harus diajukan langsung oleh korban, bukan diwakilkan.
"Laporan ini cacat hukum. Jelas-jelas bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 yang mewajibkan bahwa pelapor dalam kasus pencemaran nama baik haruslah korban itu sendiri. Namun, dalam kasus ini, justru diwakilkan oleh istrinya," ujar Sudaali Waruwu.
Advokat Sudaali Waruwu, S.H., M.H., meminta Polres Nias untuk segera menghentikan proses laporan tersebut. Ia menegaskan bahwa jika laporan ini tetap berlanjut, pihaknya akan menempuh upaya hukum lainnya.
Sementara itu, saat dikonfirmasi, Kepala Seksi Humas Polres Nias, Motivasi Gea, menyatakan bahwa setiap laporan polisi wajib diterima sebagaimana diatur dalam Pasal 3 Peraturan Kapolri (Perkap) Nomor 6 Tahun 2019 tentang Penyidikan Tindak Pidana. Dalam proses penyelidikan, pihak terkait yang merasa sebagai korban tetap wajib memberikan keterangan atas peristiwa yang terjadi.
"Proses penanganan perkara ini hingga saat ini masih dalam tahap penyelidikan," ujar Motivasi Gea mengakhiri keterangannya. (A1)
0 Komentar