Awalnya Padang sudah memiliki Perda Kawasan tanpa Rokok yang dikeluarkan pada 2012 dan kemudian direvisi pada 2017, namun gagal disetujui karena pada paripurna pengesahan yang digelar 27 Desember 2017 mengalami jalan buntu.
Ketika itu dari sembilan fraksi yang ada, tujuh fraksi menolak disahkanya Perda Kawasan tanpa Rokok dan hanya dua fraksi yang menyetujui.
Sebanyak tujuh fraksi yang menolak, antara lain Golkar, Demokrat, PPP, PDI-Perjuangan, Nasdem, Gerindra, dan Hanura, sedangkan fraksi yang menerima, yaitu PAN dan PKS.
Akibatnya pengambilan putusan harus ditunda sampai waktu yang belum ditentukan sembari menunggu jadwal dari Badan Musyawarah DPRD setempat.
Perda Kawasan tanpa Rokok di Padang sudah hadir sejak 2012 dan membuahkan tujuh kawasan yang dilarang merokok.
Pada 2017 Pemkot Padang berinisiatif merevisi Perda Kawasan tanpa Rokok dengan memasukan pasal pelarangan iklan rokok di ruang publik. Sabtu(29/2/20)
Untuk itu, telah dibentuk panitia khusus yang bertugas menghimpun masukan dari berbagai pihak hingga menggelar studi banding ke daerah yang telah menerapkan aturan tersebut.
Revisi tersebut bertujuan melindungi masyarakat dan meningkatkan kualitas kesehatan warga Padang. Salah satu poin yang diatur dalam perda tersebut adalah pelarangan iklan rokok di ruang publik, termasuk aktivitas sales promotion girl.
Ternyata pelarangan iklan rokok tersebut menuai pro dan kontra karena ada sejumlah pihak yang terkena imbas, seperti para pengusaha periklanan yang terancam kehilangan pendapatan dari jenis usaha tersebut.
Tidak hanya itu, dari sisi Pendapatan Asli Daerah Kota Padang juga akan berkurang karena salah satu sumber pemasukan adalah pajak iklan rokok yang terpasang lewat baliho, bilboard, hingga videotron.
Akhirnya saat rapat paripurna pengesahan pada 27 Desember 2017 mengalami jalan buntu dan dari sembilan fraksi yang ada, tujuh fraksi menolak disahkannya Perda itu dan hanya dua fraksi yang menyetujui.
Wali kota Padang Mahyeldi ketika itu mengatakan pihaknya siap kehilangan pendapatan dari pajak iklan rokok dan saat ini sudah diterapkan dengan dasar hukum peraturan wali kota.
"Walau pun ada potensi kehilangan pendapatan dari pajak iklan rokok, ternyata pada sisi lain pemasukan dari sektor pariwisata malah meningkat," ujarnya.
Mahyeldi menyampaikan supaya masyarakat Padang tahu Perda KTR masih terkatung-katung karena hingga saat ini belum disahkan oleh DPRD Padang.
"Saya tidak tahu apa alasannya, saya tidak mengerti apa yang jadi persoalan, padahal tinggal ketok palu saja," kata dia.
Wali kota memastikan pihaknya juga sudah mengikuti semua aturan yang ada terkait dengan Perda Kawasan tanpa Rokok.
Dukungan bersama
Pada September 2019 sebanyak 19 kabupaten dan kota di Sumatera Barat menyatakan komitmen membuat regulasi terkait Kawasan tanpa Rokok (KTR) dan Pengendalian Iklan, Promosi, dan Sponsor (IPS) Rokok, sebagai wujud kepedulian pemerintah daerah dalam memenuhi hak-hak anak, sekaligus aksi nyata melakukan upaya perlindungan anak dari dampak negatif rokok.
"Komitmen ini diharapkan dapat mendorong percepatan untuk mewujudkan kabupaten dan kota layak anak (KLA) di wilayah Sumbar," kata Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Sumbar Besri Rahmad.
Ke-19 kabupaten dan kota yang menyatakan komitmen tersebut adalah Kabupaten Padang Pariaman, Pasaman, Pasaman Barat, Dharmasraya, Pesisir Selatan, Agam,Tanah Datar, Limapuluh Kota, Sijunjung, Kepulauan Mentawai, Solok, dan Solok Selatan.
Kemudian kota Padang, Bukittinggi, Sawahlunto,Padang Panjang, Solok, Pariaman, dan Kota Payakumbuh.
Wali Kota Padang Mahyeldi mengatakan jika ingin menjadi Kota Layak Anak, maka Padang harus memiliki sistem perlindungan dan pemenuhan hak anak yang holistik dan terintegrasi dari semua sektor pembangunan.
"Pelarangan iklan rokok ini menjadi salah satu bentuk memberikan perlindungan dan pemenuhan hak anak di daerah," kata dia.
Ia menyampaikan Pemerintah Kota Padang sejak 2018 melarang iklan rokok di seluruh wilayah kota Padang, dengan tujuan untuk pembangunan karakter dan perlindungan anak dari dampak buruk rokok.
Sementara itu, Kabid Pemenuhan Hak Anak Atas Kesejahteraan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Anita Putri Bungsu mengapresiasi komitmen 19 kabupaten/kota di Sumbar untuk membuat regulasi terkait kawasan tanpa rokok dan Pengendalian iklan promosi dan sponsor rokok.
Menurutnya kebijakan kota layak anak merupakan komitmen Kementerian PPPA dalam melindungi anak dari dampak rokok dengan salah satu indikator KLA 2019 adalah Tersedia Kawasan tanpa Rokok dan tidak ada Iklan, promosi, dan sponsor rokok.
Ia menambahkan kota layak anak merupakan upaya pemerintahan kota/kabupaten untuk mempercepat implementasi Konvensi Hak Anak (KHA) dalam kebijakan, institusi, dan program yang layak anak.
Ciri kabupaten atau kota yang sudah dapat dikatakan KLA, yaitu yang memiliki sistem pembangunan yang menjamin pemenuhan hak anak dan perlindungan khusus yang dilakukan secara terencana, menyeluruh dan berkelanjutan, ujarnya.
Jika semua pihak masih ingin mewujudkan cita-cita Indonesia emas 2045 tidak ada solusi lain kecuali memberikan perhatian serius terhadap persoalan ini agar Indonesia maju, berdaulat adil dan makmur bisa terwujud. Red-Rohmanudin/ist.
0 Komentar