Ketua DPP PPNI Maryanto : Nilai Kesejahteraan Tidak Bisa Diukur Dengan Materi

Jakarta - bidikfakta com, Kesejahteraan sosial itu adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spiritual dan sosial warga negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri sehingga dapat melaksanakan fungsi sosial.

Sejahtera adalah suatu prespektif yang didalamnya ada aman, makmur dan selamat. Sehingga terpenuhinya suatu kebutuhan materi spiritual dan sosial. Demikian dikemukakan Ketua DPP Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Bidang Kesejahteraan, H. Maryanto, SKM, S.Kep., dalam Webinar Pra Musda X DPD PPNI yang bertajuk "Startegi Peningkatan Kesejahteraan perawat" Sabtu 17 September 2022.

Acara yang digelar secara daring tersebut diikuti oleh seluruh perawat yang tergabung dalam PPNI dan diikuti secara zoom dan live di Chanel YouTube. Hadir dalam acara Webinar tersebut antara lain : Sekretaris Dinas Kesehatan DKI Jakarta, Purwadi, M.Kep.,Sp.Kep.Kom, Ketua DPP PPNI Bidang Kesejahteraan, H. Maryanto, SKM, S.Kep., Ketua DPW PPNI DKI Jakarta, Jajang Rahmat, M.Kep.,Sp.Kep. Kom, Ketua DPD PPNI Jakarta Timur, Muzammil, S.Kep, dan dibawakan oleh moderator Eddy Aryanto, S.Kep.

Tema "Startegi Peningkatan Kesejahteraan perawat" diangkat karena masih kurangnya kesejahteraan perawat di Indonesia akibat meningkatnya kebutuhan hidup karena dampak kenaikan harga BBM. Menurut Maryanto, kesejahteraan selalu diidentikkan dengan nilai nominal kemudian digantikan dengan insentif tunjangan kinerja.

"Jangan lupa, kita sebagai organisasi profesi kesehatan terbesar di Indonesia sudah banyak mendapatkan pengakuan pengakuan dari profesi profesi sejawat sebelah katakanlah dari dokter, bidan dan seterusnya", kata Maryanto.

Menurutnya sangatlah keliru menilai kesejahteraan hanya dari unsur materi sehingga membuat seseorang tidak Percaya diri menjadi seorang perawat dan tidak percaya diri serta bangga menjadi anggota PPNI. "Karena PPNI justru memberikan suatu nilai kesejahteraan yang barangkali tidak bisa diukur dengan nilai materi, karena banyak organisasi profesi hari ini belajar dengan PPNI", tukasnya.

Sejak 2015, tambah Maryanto sampai dengan hari ini PPNI terus bergerak bagaimana membenahi internal. Sehingga hampir di 34 Provinsi dan seluruh kabupaten kota telah memiliki gedung. Itu adalah bagian dari mesin organisasi yang terus dipanaskan, sehingga apa yang menjadi keinginan anggota memiliki simbol phisik sudah terpenuhi yang sumber dananya dari anggota untuk anggota.

Berbeda dengan organisasi kemasyarakatan lainnya yang berbondong-bondong menumpuk proposal ke meja Bupati, Walikota DPR, DPRD "Sedikit Mengemis", jadi kalau berkata kritispun tidak akan berani berkata lantang. "Artinya PPNI hari ini memiliki gedung betul betul murni dari air mata perawat, keringat perawat, sehingga kalau kita berkata lantang melakukan suatu kritik yang konstruktif, tentunya menjadi modal dasar kita untuk percaya diri", tegasnya.

Kemudian nilai kesejahteraan itu juga tidak selalu dinilai dan diukur dengan materi, kita ada setiap Minggu DPP menyelesaikan 2000-3000 STR yang harus dieksekusi, ini jumlah paling tinggi diantara organisasi profesi lainnya dan kita telah mengirimkan 15 orang yang digaji oleh organisasi profesi yaitu PPNI.

Ini adalah suatu kesejahteraan yang saya menyebutnya Kesejahteraan batiniah. Yang Memiliki suatu level yang lebih tinggi dari kesejahteraan lahiriah berupa uang berupa materi-materi yang terlihat oleh mata, kita melihat secara objektif dan positif bagaimana kerja kerja DPP, DPW, DPD, tentunya ini adalah suatu representasi dari PPNI secara nasional.

Sejak 2018 DPP PPNI telah membuat Badan Pendampingan Hukum (BPH) sampai saat ini sudah 26 kasus ditangani BPH, yang paling banyak terkait kesejahteraan hubungan industrial baik di RS pemerintah dengan status mereka sebagai honorer dan juga teman teman yang berstatus sebagai honorer swasta, kemudian juga kasus "Malpraktek" dan ini adalah bagian dari kesejahteraan yang tidak dimiliki oleh organisasi profesi manapun kecuali PPNI.

"Karena, organisasi sebelah, setiap ada kasus saya cenderung hanya melihat diseminarkan, tidak ditangani dan tidak diadvokasi. Justru kita berbeda, dimanapun di ujung Indonesia terjadi kasus bagi anggota kita yang memiliki register nomor induk anggota dimana ada aduan dari DPW maka kita akan turun kelapangan", tuturnya.

Dalam mengukur kesejahteraan lanjut Maryanto, kita berbeda dan mengedepankan nilai nilai profesionalisme. Kita bukan serikat pekerja yang kerjaannya hanya demo yang tidak mengedepankan suatu sosial dialoq, tentunya kita mengedepankan nilai nilai profesionalisme.

Sehingga ciri organisasi kita yang mendasari dikenal sebagai perawat yang memiliki kode etik dan nilai etitude yang tidak dimiliki organisasi lain. Banyak kalangan menilai kita sebagai ormas ,karena organisasi kita besar mereka melihat kawan kawan pakai seragam PPNI maka kita jawab kita berbeda kita bukan ormas tapi organisasi profesi.

Itulah jawaban kesejahteraan batiniah dan dalam kesempatan ini saya atas nama DPP sangat mengapresiasi tema kesejahteraan ini. Tema kesejahteraan ini Sangatlah tepat dimana harga BBM naik dan prediksi pemerintah juga akan mengalami resesi ekonomi.

Terkait organisasi profesi, bahwa mengacu pada UU nomor 38 tahun 2014 tentunya sesuai amanat konstitusi, seseorang yang menjalankan penugasan atau sedang menjalankan perintah atasannya yang sesuai SPO wajib diberikan perlindungan hukum, sejalan juga dengan KUHP pasal 50-51 apabila seseorang menjalankan keprofesian suatu tugas dari atasannya sesuai standar SPO dan perundangan maka mendapatkan hak imunitas perlindungan hukum.

"Lalu apakah semua perawat mendapatkan perlindungan hukum? tentu tidak semua, Yang namanya organisasi profesi yang memiliki AD/ART sepanjang tidak bergabung dalam PPNI tidak mendapatkan perlindungan hukum dari badan hukum," jelasnya.

Selanjutnya Imbalan jasa dari profesional kita sebagai seorang perawat,setelah lahirnya Permenkes 26 aturan pelaksanaan 38 ini juga harus di advokasi sampai kesekretariat. Artinya Delegasi delegasi dari dokter seharusnya dikawal sampai nilai kesejahteraan dan tidak hanya pelimpahan wewenang harus dikawal sampai nilai kesejahteraan.

Kemudian terkait RUU cipta kerja, ada 8 dasar hak pekerja mendapatkan jaminan sosial, jaminan kesehatan, jaminan tenaga kerja dan jaminan hari tua, negara menjamin kepada setiap pekerja mendapatkan perlindungan atas hak keselamatan dan kesehatan kerja (K3).

"Ini sering diabaikan oleh kawan kawan dari sektor swasta yang tidak membayar JHT" katanya.

Terkait pemutusan tenaga kerja (PHK), pihaknya selaku turun kelapangan jika ada PHK bagi anggotanya pihak RS tersebut harus dibawa ke Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) untuk dihitung bersama dan transparan tidak hanya memutuskan secara sepihak dengan alasan pendapatan menurun.

Terkait mogok kerja walaupun merupakan hak karyawan tapi diharapkan itu tidak terjadi karena kita lebih mengedepankan sosial dialoq, tidak ada persoalan yang tidak dapat diselesaikan dengan dialog. Selanjutnya Hak pelindung diri DPP dengan kondisi keuangan yang ada membelanjakan alat APD yang nilainya mencapai milyaran, "Sebenarnya ini tugas negara, jangan kita disuruh bertempur tanpa dilengkapi alat pelindung diri," tutupnya.(R.Septyandaru)

Posting Komentar

0 Komentar