Jakarta - bidikfakta.com, Pada tanggal 25 Agustus 1965, di tengah ketegangan politik yang melanda Indonesia akibat peristiwa GSPKI, lahirlah seorang anak bernama Darsono dari pasangan Anwar dan Kusni (almarhum dan almarhumah). Masa kelahirannya yang penuh gejolak tidak menghalangi Darsono untuk tumbuh menjadi sosok yang berdedikasi dan berprestasi.
Perjalanan Hidup dan Cinta
Darsono menemukan cinta sejatinya pada seorang wanita cantik bernama Toyipah. Kisah cinta mereka dimulai saat keduanya masih duduk di bangku kelas 2 SLA, dan berlanjut selama delapan tahun penuh keindahan dan tantangan. Pada tahun 1989, Darsono dan Toyipah resmi menikah, memulai perjalanan hidup baru sebagai pasangan suami istri.
Kehidupan Berkeluarga
Awal pernikahan mereka diisi dengan kehidupan yang sederhana namun penuh kebahagiaan. Mereka memutuskan untuk hidup mandiri dengan mengontrak sebuah rumah di Jati Jajar, Depok, bersama anak mereka yang saat itu berusia 5 tahun. Dua tahun kemudian, mereka berhasil pindah dari kontrakan tersebut ke rumah yang dibangun sendiri oleh Darsono tidak jauh dari kontrakan sebelumnya.
Hijrah ke Banten dan mengabdi di UNMA Banten
Seiring berjalannya waktu, Darsono dan keluarganya hijrah ke Banten, ke kampung halaman istrinya di Pondok Pesantren Modern Mathlaul Anwar, Jalan KH.Mas Abdurohman, Desa Cikaliung, Saketi, Pandeglang. Di sana, Darsono terlibat aktif dalam pengembangan pondok pesantren yang didirikan oleh Bapak Irsyad Juweli. Berkat dedikasi dan kerja keras Pak Irsyad, pondok pesantren ini mampu maju pesat, menyediakan pendidikan mulai dari tingkat SD hingga perguruan tinggi, Universitas Mathlaul Anwar.
Mengabdi di LBH AAIR
Keistimewaan perjalanan hidup Darsono bertambah dengan bergabungnya beliau di Lembaga Bantuan Hukum AAIR (LBH AAIR), yang dipimpin oleh Advokat dan jurnalis berbakat, Trio Segara. Di bawah komando Trio Segara, LBH AAIR dikenal dengan komitmen kuatnya terhadap keadilan dan pembelaan hak-hak masyarakat yang kurang mampu.Sebagai bagian dari tim LBH AAIR, Darsono tidak hanya menjalankan tugasnya dengan penuh tanggung jawab, tetapi juga diberikan amanah besar sebagai Bendahara Umum. Posisi ini membuktikan kepercayaan besar yang diberikan kepada Darsono untuk mengelola dan mengawasi keuangan lembaga yang vital dalam perjuangan hukum dan keadilan.
Keahlian dan Kontribusi
Darsono dikenal sebagai sosok yang serba bisa. Keahlian bahasa pantunnya sering digunakan untuk menghibur rekan-rekan pengurus dan siapa saja yang berada di dekatnya, membawa keceriaan di tengah-tengah kesibukan mereka. Selain itu, Darsono juga memiliki keterampilan pertukangan yang luar biasa, mampu mengerjakan apa saja untuk mereka yang membutuhkan pertolongan dan bantuannya. Keahlian ini menjadikan Darsono sebagai sosok yang dihormati dan disayangi oleh banyak orang di sekitarnya.
Peran Tambahan di Gedung Amanat KH Irsyad Juwaeli
Selain mengabdi di LBH AAIR, Darsono juga dipercaya untuk merawat gedung Amanat KH Irsyad Juwaeli yang berada di Kompleks Masjid Raya Al Amanah, Jakarta Barat. Tanggung jawab ini menambah deretan kontribusi Darsono dalam masyarakat, menunjukkan kepercayaan yang besar terhadap kemampuan dan dedikasinya.
Dedikasi dan Pengabdian
Darsono adalah sosok yang tak hanya mendedikasikan hidupnya untuk keluarga, tetapi juga untuk masyarakat luas melalui berbagai perannya. Dengan semangat juang dan dedikasi tinggi, Darsono berkontribusi besar dalam memperjuangkan keadilan, menyediakan bantuan, dan merawat fasilitas umum yang penting bagi masyarakat.
Kisah hidup Darsono adalah cerminan dari ketabahan, kerja keras, dan pengabdian tanpa henti. Dari lahir di masa penuh gejolak hingga membangun keluarga dan berkontribusi dalam dunia pendidikan serta keadilan, Darsono menunjukkan bahwa ketekunan dan cinta dapat mengatasi segala rintangan dan membawa perubahan positif dalam masyarakat.
(Red)
0 Komentar