Kutai Barat – bidikfakta.com, Kasus penyerobotan tanah adat milik warga Desa Besiq, Kecamatan Damai, Kabupaten Kutai Barat oleh PT Bharinto Ekatama terus menjadi perhatian masyarakat luas. 21/05/2023.
Polisi terkesan membela pengusaha besar ketimbang masyarakat adat yang menjadi korban. Padahal kasus ini terjadi sejak tahun 2014 silam. "Kami sengaja datang ke Jakarta, biar masalah cepat tuntas," kata Sunarty, SH,MH , kepada wartawan Rabu (17/05/2023) di Jakarta.
Sunarty menjelaskan kedatangannya ke Divpropam Mabes dan Kantor Kemendagri didampingi Ketua Adat Dayak Provinsi Kalimantan Timur yang juga penasihat hukum, Rostani, SH., MH dan para perwakilan korban antara lain Saun, Juita, dan Yahya Yek. Ke kantor Kemendagri Sunarty mencari tahu sejauh mana laporan dirinya perihal adanya korupsi ganti rugi dan manipulasi data dalam proses pembebasan lahan seluas sekitar 540 ha yang diduga melibatkan Bupati Kutai Barat, FX Yapan. "Ya, kami menindaklanjuti laporan kami sejak tahun lalu. Kami ke sini sekaligus membawa para korban, biar pemerintah melihat sendiri kondisi para korban.
Alhamdulillah dengan kedatangan kami, pihak Kemendagri langsung memerintahkan Gubernur dan Sekda Provinsi Kalimantan Timur untuk segera menyelesaikan pembayaran kepada para korban," kata Sunarty sambil menunjukkan surat perintah tersebut. Surat itu ditujukan kepada Gubernur Kalimantan Timur dan ditandatangani oleh Dirjen Administrasi Kewilayahan Sekretaris Jenderal Kemendagri, Indra Gunawan, SE.,MP.A. Sementara kedatangan Sunarty dan masyarakat adat Dayak Kutai Barat, Kalimantan Timur ke Divpropam Bareskrim Mabes Polri diterima oleh Kombes Wawan Munawar, S.I.K., M.S. Tujuannya mencari tahu perkembangan atas laporan tindakan aparat kepolisian Daerah Kutai Barat yang menghalangi-halangi masyarakat yang ingin mendapatkan keadilan. Bahkan, kata Sunarty ada warga yang malah sudah dijadikan tersangka untuk kasus yang tidak jelas. "Polisi daerah terkesan melindungi pengusaha nakal, masyarakat yang melapor menegakkan keadilan kok malah dikriminalisasi dan dijadikan tersangka.
Oleh karena ini kami ke sini melaporkan tindakan aparat di daerah sekaligus mengecek sejauh mana laporan kami November 2022 lalu," kata Sunarty. Atas kedatangan dirinya bersama para korban di Mabes Polri, Sunarty mendapatkan jawaban bahwa dalam waktu dua minggu pihak Divpropam Mabes Polri akan segera mengambil tindakan. "Dalam waktu satu sampai dua minggu, pihak kepolisian berjanji akan menuntaskan masalah ini," paparnya. Kasus ini menurut keterangan warga dan Ketua Adat Dayak, Rustani bermula ketika perusahaan batubara di bawah naungan PT Bharinto Ekatama memperluas lahan tambangnya di Desa Besiq, Kecamatan Damai, Kabupaten Kutai Barat, Kalimantan Timur seluas 540 ha.Warga desa sepakat dengan harga 60 juta per ha.
Pihak perusahaan kemudian memberikan tanda jadi sebesar Rp 100 juta yang diterima oleh perwakilan warga bernama Saun. Dalam perkembangannya, perusahaan mengusir warga setempat dengan buldozer, sementara pembayaran belum selesai. Ada seribu warga yang diintimidasi, hingga akhirnya perusahaan tersebut bisa beroperasi di wilayah itu. Beberapa warga ada yang frustasi, beberapa yang lain terus berjuang hingga kini. (sof)
0 Komentar